Valentine Day salah satu jalan menuju zina

Published 20 April 2013 by Mualaf Center Indonesia

Kenapa sebagian orang Nasrani tidak memperingati valentine day ???

Menurut mereka orang nasrani, dalam Artikel yang berjudul “Should Biblical Observe It” bahwa Valentine day adalah Ritual penyembahah Dewa Lupercus

Mungkin saudara-saudara muslim, ada yang tidak tau akar sejarah yang sebenarnya, ini menurut versi orang nasrani.

“Valentine” berasal dari bahasa latin yang berarti “Yang Maha Perkasa”, “Yang Maha Kuat”, dan “Yang Maha Kuasa”. Kata-kata “Yang Maha Perkasa”, “Yang Maha Kuat”, dan “Yang Maha Kuasa”ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, Tuhannya kaum paganis Romawi..

 

Sejarah Velentine’s Day
Hari Velentine berasal dari hari perayaan Lupercalia yaitu pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno, yang jatuh pada tanggal 15 Februari. Dahulu pada jaman Romawi kuno, masyarakat Romawi menyembah Dewa Lupercus untuk menjaga ternak-ternak mereka. Pesta penyembahan Dewa Lupercus diselenggarakan bulan Februari setiap tahunnya. Salah satu adat yang biasa di jalani adalah mereka akan menuliskan nama perempuan di selembar kertas dan menaruhnya ke dalam sebuah kendi yang besar. Lalu setiap pemuda akan mengambil satu nama dari kendi tersebut. Pemuda dan perempuan yang berpasangan akan tetap terus bersama-sama sampai perayaan tahun depan. Namun semenjak abad ke 16 M, upacara keagamaan menjadi hilang, berganti dengan sebuah upacara kasih sayang untuk memperingati kematian Santo Valentinus.

Pada masa pemerintahan Raja Claudius II(268-270), dianggap bahwa pria yang sudah menikah akan menjadi prajurit yang lemah, maka semua pria di daerah kekuasaanya dilarang menikah. Pada masa Raja Claudius hidup seorang santo (pendeta romawi) bernama Valentinus. Santo Valentinus melawan perintah raja, secara diam-diam menikahkan pasangan muda yang jatuh cinta. Pada akhirnya perbuatan ini ketahuan, kemudian ia ditangkap dan dipenjarakan. Upacara kematian santo valentinus diterima sebagai hari kasih sayang yang dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropa bahwa pada tanggal 14 Februari kasih sayang mulai bersemi bagaikan burung jantan dan burung betina. Pada tahun 496 Paus Gelasius menetapkan hari Valentine sebagai hari memperingati Santo Valentinus.

Dalam setiap perayaan Valentine’s Day kita selalu melihat beberapa hiasan atau benda digunakan sebagai simbol dalam perayaan Valentine’s Day ini. Setiap benda memiliki sebuah makna tersendiri.

Simbol yang seringkali digunakan dalam Valentine’s Day adalah hati. Menurut kepercayaan kuno adalah sumber dari berbagai macam emosi, kemudian dikaitkan dengan emosi cinta. Bunga mawar merah, sebagai simbol dari perasaan cinta yang sangat kuat. Bukan hal yang asing jika pada hari Valentine ada seorang pemuda yang memberikan bunga mawar merah kepada seorang gadis yang dicintainya.

Bunga mawar merah ini adalah kesukaan dari Dewi Venus, dewi cinta bangsa Romawi. Renda biasa juga digunakan sebagai simbol, meski di Indonesia Renda kurang diminati sebagai simbol Valentine’s Day. Berdasarkan tradisi sejarah, renda digunakan sebagai saputangan wanita. Jika seorang gadis menjatuhkan saputangannya, seorang pria akan mengambilkannya untuk wanita itu. Kadangkala seorang wanita dengan sengaja menjatuhkan renda ketika melihat pria yang dicintainya. Berlatarbelakang dari tradisi demikian orang mulai berpikir tentang keromantisan Valentine’s Day jika melihat renda. Simbol lainnya, Coklat melambangkan hal-hal yang kamu inginkan dalam hidup. Keinginan disini dimengerti suatu keinginan untuk menjalin sebuah hubungan yang lebih mendalam lagi antara pria dan wanita, dan keinginan ini merupakan luapan perasaan dari emosi cinta seseorang, baik itu pria ataupun wanita.

Mengapa Kaum Muslimin Tidak Boleh Merayakannya?

Sebagian kaum muslimin yang ikut merayakannya mengatakan bahwa Islam juga mengajak kepada kecintaan dan kedamaian. Dan Hari Kasih Sayang adalah saat yang tepat untuk menyebarkan rasa cinta di antara kaum muslimin. Sehingga, apa yang menghalangi untuk merayakannya?

Jawaban terhadap pernyataan ini dari beberapa sisi:

1. Tidak ada hari raya dalam Islam, kecuali hari jum’at dan ‘idayn (dua ‘id, ‘idul fithri dan ‘idul Adh-ha)

Hari raya dalam Islam adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala. Hari raya merupakan salah satu syi’ar agama yang agung. Sedangkan dalam Islam, tidak ada hari raya kecuali hari Jum’at, Idul Fithri, dan Idul Adh-ha. Perkara ibadah harus ada dalilnya. Tidak bisa seseorang membuat hari raya sendiri, yang tidak disyariatkan oleh Allah Subahanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Berdasarkan hal ini, perayaan Hari Kasih Sayang ataupun selainnya yang diada-adakan, adalah perbuatan mengada-adakan (bid’ah) dalam agama, menambahi syariat, dan bentuk koreksi terhadap Allah Subahanahu wa Ta’ala, Dzat yang telah menetapkan syariat.

2. Perayaan Hari Kasih Sayang merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) bangsa Romawi paganis

Juga menyerupai kaum Nasrani yang meniru mereka, padahal ini tidak termasuk (amalan) agama mereka.
Ketika seorang muslim dilarang menyerupai kaum Nasrani dalam hal yang memang termasuk agama mereka, maka bagaimana dengan hal-hal yang mereka ada-adakan dan mereka menirunya dari para penyembah berhala?

Seorang muslim dilarang menyerupai orang-orang kafir –baik penyembah berhala ataupun ahli kitab– baik dalam hal aqidah dan ibadah, maupun dalam adat yang menjadi kebiasaan, akhlak, dan perilaku mereka. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Ali ‘Imran: 105)

Allah berfirman:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)? Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”
(Al-Hadid: 16)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.”
(HR. Ahmad, 3/50, dan Abu Dawud, no. 5021)

Tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam perkara agama mereka –di antaranya adalah Hari Kasih Sayang– lebih berbahaya daripada menyerupai mereka dalam hal pakaian, adat, atau perilaku. Karena agama mereka tidak lepas dari tiga hal: yang diada-adakan, atau yang telah diubah, atau yang telah dihapuskan hukumnya (dengan datangnya Islam). Sehingga, tidak ada sesuatupun dari agama mereka yang bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala.

3. Tujuan perayaan Hari Kasih Sayang pada masa ini adalah menyebarkan kasih sayang di antara manusia seluruhnya, tanpa membedakan antara orang yang beriman dengan orang kafir.

Hal ini menyelisihi agama Islam. Hak orang kafir yang harus ditunaikan kaum muslimin adalah bersikap adil dan tidak mendzaliminya. Dia juga berhak mendapatkan sikap baik –bila masih punya hubungan silaturahim– dengan syarat: tidak memerangi atau membantu memerangi kaum muslimin. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:

لاَ يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
(Al-Mumtahanah: 8)

Bersikap adil dan baik terhadap orang kafir tidaklah berkonsekuensi mencintai dan berkasih sayang dengan mereka. Allah Subahanahu wa Ta’ala bahkan memerintahkan untuk tidak berkasih sayang dengan orang kafir dalam firman-Nya:

لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Al-Mujadilah: 22)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Sikap tasyabbuh akan melahirkan sikap kasih sayang, cinta dan loyalitas di dalam batin. Sebagaimana kecintaan yang ada di batin akan melahirkan sikap menyerupai.” (Al-Iqtidha`, 1/490)

4. Kasih sayang yang dimaksud dalam perayaan ini semenjak dihidupkan oleh kaum Nasrani adalah cinta, rindu, dan kasmaran, di luar hubungan pernikahan.

Buahnya, tersebarnya zina dan kekejian, yang karenanya pemuka agama Nasrani –pada waktu itu– menentang dan melarangnya.

Kebanyakan pemuda muslimin merayakannya karena menuruti syahwat, dan bukan karena keyakinan khurafat sebagaimana bangsa Romawi dan kaum Nasrani. Namun hal ini tetaplah tidak bisa menafikan adanya sikap tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam salah satu perkara agama mereka. Selain itu, seorang muslim tidak diperbolehkan menjalin hubungan cinta dengan seorang wanita yang tidak halal baginya, yang merupakan pintu menuju zina.

Sikap yang Seharusnya Ditempuh Seorang Muslim

1. Tidak ikut merayakannya, menyertai orang yang merayakannya, atau menghadirinya.

2. Tidak membantu/mendukung orang kafir dalam perayaan mereka

Yakni tidak memberikan hadiah, tidak menyediakan peralatan untuk perayaan itu atau syi’ar-syi’arnya, atau tidak pula meminjaminya.

3. Tidak membantu kaum muslimin yang ikut-ikutan merayakannya.

Bahkan ia wajib mengingkari mereka, karena kaum muslimin yang merayakan hari raya orang kafir adalah perbuatan mungkar yang harus diingkari.

Dari sini, kaum muslimin tidak boleh pula menjual bingkisan (pernak-pernik) bertema Hari Kasih Sayang, baik pakaian tertentu, mawar merah, kartu ucapan selamat, atau lainnya. Karena memperjualbelikannya termasuk membantu kemungkaran. Sebagaimana juga tidak boleh bagi orang yang diberi hadiah Hari Kasih Sayang untuk menerimanya. Karena, menerimanya mengandung makna persetujuan terhadap perayaan ini.

4. Tidak memberikan ucapan selamat Hari Kasih Sayang

Karena hari itu bukanlah hari raya kaum muslimin; dan bila seorang muslim diberi ucapan selamat Hari Kasih Sayang, maka dia tidak boleh membalasnya.

5. Menjelaskan hakikat perayaan ini dan hari-hari raya orang kafir yang semisalnya, kepada kaum muslimin yang tertipu dengannya.

Valentine day, kebanyakan dirayakan oleh sepasang kekasih (pacaran).

Islam jelas melarang Pacaran, karena itu jalan menuju Zina Sungguhan, Allah berfirman :
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al Isra: 32.)

Jika kita melirik ke arah yang lain, ternyata ada juga wanita yang berbusana muslimah dan pria memakai gamis jatuh ke dalam jerat setan ini. Mereka sebut dengan istilah “pacaran islami“. Tentunya ini justru lebih berbahaya karena jalan menuju perzinaan yang telah dibungkus dengan label “islami”. Padahal sungguh agama Islam yang suci ini telah berlepas diri dari perbuatan ini.

Pacaran yang merupakan pos dan gerbang menuju zina ini, jika dianggap “islami” , maka kami khawatirkan akan muncul generasi yang akan menghalalkan perkara-perkara haram lainnya, karena dipoles dan dihiasi dengan label “islami” sehingga mereka nantinya akan membuat istilah, “khomer islami”, “mencuri islami”, “riba islami”, “judi islami”, dan lain sebagainya. Padahal khomer, mencuri, riba, dan judi adalah perkara-perkara haram, namun dihalalkan oleh mereka hanya karena permaiman kata yang licik. Na’udzu billah min dzalik !!

Islam mengharamkan lelaki berduaan dengan wanita yang bukan mahram
“Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidak boleh sekali-kali seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita melainkan ketiganya adalah setan”. (HR. Ahmad)

Islam mengharamkan lelaki menatap wanita yang bukan mahram dan sebaliknya.
Allah berfirman :
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menjaga pandangannya…“. QS. An Nur: 30-31.
Di dalam ayat ini Allah memerintahkan hamba-Nya (lelaki atau wanita) untuk menjaga pandangan dari melihat sesuatu yang diharamkan. Lihat kitab Tafsir Ibnu Katsir, ketika menafsiri ayat ini.

Islam mengharamkan lelaki memegang seorang wanita yang bukan mahram dan sebaliknya
“Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sungguh, ditusukkan ke dalam kepala seorang lelaki dengan jarum besi lebih baik baginya, daripada dia menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya”. (HR. Ath Thabrani)

Dan juga buat wanita muslimah yang beriman, jangan lupa tutup auratmu, gunakanlah hijab secara syar’i.
“Wanita itu aurat maka bila ia keluar rumah syaitan menyambutnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1183)
Islam melindungi wanita, seperti makanan coklat, jika harus memilih coklat mana yang sudah dibuka bungkusnya atau masih di segel, pastinya memilih yang masih disegel. Karena yang masih disegel tidak terkena kotoran, bakteri, virus. Dan jika sudah dipegang banyak orang bisa, nantinya coklat tersebut bisa terkontaminasi.

Akhirnya kami nashihatkan kepada kaum yang dilanda asmara agar segera bertaubat kepada Allah sebelum nyawa meregang. Hentikan pacaran yang akan menjatuhkan kalian dalam jurang kenistaan. Jagalah kehormatan kalian yang suci dengan tameng ketaqwaan kepada Allah Ta’ala.

Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)

Kalau belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”

Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya.

Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.

Allahumma inna nas’aluka ’ilman nafi’a wa rizqon thoyyiban wa ’amalan mutaqobbbalan

Tinggalkan komentar